Dosen Impian Mahasiswa
Banyak keluhan yang terlontar dari mulut mahasiswa. “Dia ga bisa ngajar”, ”Bosen nih pelajaran dia!”, bahkan sampai pada kalimat sarkastis seperti, “Aduh, ini dosen goblok banget sih, gabisa ngajar!”
Tentunya, sebagai mahasiswa, kita pasti ingin mengganti dosen-dosen semacam itu dengan dosen baru yang menurut kita lebih kompeten dalam hal mengajar. Bagi Anda yang membaca, pasti akan setuju dengan saya. “Pecat, pecat, pecat, dan pecat!” Mungkin itulah teriakan dalam hati kalian.
Pemaparan di atas tak ubahnya menunjukkan sisi egoisme dari masing-masing kita. Semua berebut menonjolkan kepentingan pribadi. Penilaian kompetensi dosen pun pada akhirnya ditentukan secara subyektif.
“Ah, dosen ‘X’ tidak bisa ngajar, kalau diajar ama dia gua pasti tidur,” ucap salah satu mahasiswa selaku narasumber. Jelas terlihat bahwa ego dan tingkat kepuasan subyektif masing-masing pribadi dijadikan faktor penentu kompetensi dosen.
Memang benar kita membayar tiap semester yang secara langsung menjadikan kita ‘konsumen pendidikan’. Tapi di dunia pendidikan, konsumen tidak selalu menjadi raja seperti pada umumnya.
Kalaupun ada dosen yang dipecat dan diganti dengan dosen baru, semata-mata bukan perintah mahasiswa yang berperan sebagai ‘konsumen pendidikan’. Pemecatan dan pergantian dosen akan dilakukan dengan prosedur yang ada.
Dan dalam segi praktiknya, ada perbedaan dalam cara mengajar tiap dosen, pastinya itu semua ditentukan oleh budaya. Menurut penuturan Kaprodi Ilkom, cara mengajar dosen yang lulusan universitas negeri dan swasta berbeda. Bagi lulusan negeri yang mengajar jadi dosen, pola mengajar mereka lebih konservatif. Mereka merasa bahwa diri mereka tidak boleh dikritik dan Tuhan di kelas. Sedangkan, bagi lulusan swasta, biasanya mereka lebih bisa diterima oleh para mahasiswa karena mereka menerima kritikan dan tidak menganggap dirinya Tuhan di kelas.
Sebelum kita memutuskan untuk menjadi ekstrimis dari dosen tertentu, haruslah kita berkaca pada diri sendiri. Mungkin saja diri kitalah yang membuat kondisi perkuliahan jadi tidak kondusif. Bayangkan saja, seandainya diri kita di posisi dosen. Mengajar materi perkuliahan yang sama dari pagi hingga sore. Suara habis dan kebosanan akibat mengulang-ulang hal yang sama.
Dan bagi dosen pun, seharusnya lebih bisa memikirkan dari segi mahasiswa. Tidak ada satu orang pun yang bisa menikmati diajar oleh pengajar yang tidak mengajar secara maksimal. Sadar diri jika Anda kurang baik dalam menyajikan materi kuliah. Banyak dosen-dosen yang pintar tapi tidak baik dalam masalah Public Speaking.“Tataplah lawan bicara Anda dan berkomunikasilah secara interaktif, ada pesan balik,” pesan Choky Sitohang saat menjadi pembicara di seminar yang diadakan di UMN.
Menjadi seorang dosen atau pengajar di perguruan tinggi merupakan sebuah prestasi sekaligus tantangan tersendiri bagi yang mengalaminya. Mulai dari cara berpakaian, mengajar, bertutur kata, sikap berjalan, kedisiplinan, kemampuan menguasai kelas dan bahkan model rambut dapat menjadi perhatian khusus bagi mahasiswa(i) yang terkadang tidak disadari. Nah, untuk menjadi dosen idaman, ada beberapa hal yang dapat diperhatikan di bawah ini:
1. Berpakaian rapi dan sederhana. Dosen yang memperhatikan kerapian berpakaian dan penampilan selain mampu menimbulkan kepercayaan diri juga dapat menciptakan daya tarik bagi mahasiswa(i). Oleh karena itu, sangat dianjurkan dosen memilih pakaian yang serasi dan tidak mencolok agar mahasiswa(i)nya tertarik mengikuti pelajaran yang diberikan.
2. Mengajar dengan penuh kesungguhan. Hampir semua dosen mampu mengajar dengan baik, tetapi tidak semuanya mengajar dengan penuh kesungguhan. Itu dapat terlihat dari bagaimana cara mereka memulai pembelajaran, memberikan materi, dan menutup pembelajaran. Ketika seorang dosen yang memulai pembelajaran dengan muka cemberut atau kurang bersemangat dapat diindikasikan bahwa dia kurang bersungguh-sungguh untuk menciptakan suasana menyenangkan dalam kelas. Sedangkan ketika memberikan materi, dosen tersebut kurang meyakinkan dalam mengajar, banyak salah ucap, memberikan contoh yang kurang bisa diterima akal sehat, menyatakan analogi yang tidak sesuai, dengan mata lebih banyak terpusat pada buku panduan yang di bawanya, sangat mungkin dosen tersebut benar-benar tidak bersungguh-sungguh untuk menyiapkan dirinya mengajarkan sesuatu kepada para mahasiswa(i)nya.
3. Bertutur kata dengan lantang, tegas, lugas dan meyakinkan. Jika dalam mengajar seorang dosen tidak mampu bersuara dengan lantang dan tidak bisa didengarkan jelas oleh para mahasiswa(i) ada 2 hal yang akan terjadi. Pertama, penjelasan dosen tersebut tidak akan diterima baik oleh mahasiswa alias tidak dimengerti. Kedua, para mahasiswa(i) akan mengantuk karena selama 1 jam pelajaran mereka akan disuguhi dengan penjelasan yang tidak bisa diterima jelas oleh dua telinga mereka, yang memungkinkan terjadinya kurang perhatian, konsentrasi, dan akhirnya mengantuk.
4. Disiplin. Banyak dosen yang menganggap dirinya adalah raja yang ingin selalu menang sendiri padahal seharusnya raja itu melayani rakyatnya dan memberikan kebahagiaan, bukan malah mengatur-atur sendiri kapan jadwal mengajar mereka. Jika itu dibicarakan dengan musyawarah lalu disepakati bersama dengan mahasiswa(i) mungkin hal itu bisa diterima, namun bagaimana yang menetapkan jadwal secara sepihak, datang terlambat, atau tidak hadir tanpa pemberitahuan yang jelas. Apapun namanya seorang dosen harus memberikan teladan tentang kedisiplinan ini, selain karena bagian dari tanggung jawab juga merupakan ukuran seberapa pantas peran dosen dalam dirinya dan seberapa tinggi penghormatannya kepada diri sendiri dan mahasiswa(i)nya.
5. Kemampuan menguasai kelas. Semua dosen memiliki gayanya masing-masing dalam mengajar. Ada yang super serius, santai, friendly, penuh humor, atau bahkan menakutkan. Apapun namanya, mahasiswa(i) masa kini membutuhkan kenyamanan dan kepuasan dalam kelas bukan keterpaksaan. Itu dapat hadir dalam jiwa mahasiswa(i) jika seorang dosen mampu mengajar dengan metode-metode variatif dengan materi yang padat dan mudah dipahami. Selain itu, seorang dosen juga harus pandai mengenali apa yang diinginkan mahasiswa(i) mereka, bukan malah memaksakan mahasiswa(i)nya untuk menerima materi apapun dengan gaya mengajar sesukanya karena itu sungguh sangat tidak adil dan merugikan mahasiswa(i).
6. Teladan. Selain menghadirkan suasana menyenangkan dalam kelas, seorang dosen seharusnya mampu memberikan pelayanan di luar kelas sama baiknya di dalam kelas, seperti ketika ditugaskan sebagai dosen pembimbing skripsi, atau apapun yang berhubungan dengan mahasiswa(i) sebaiknya dosen yang bersangkutan selalu hadir dengan penuh keceriaan, memberikan bimbingan, bantuan, saran, kritik yang membangun dengan niat yang bersih. Apa yang dilakukan dosen di luar kelas setidak-tidaknya dapat memberikan image yang positif jikalau mampu diperankan dengan baik. Mahasiswa(i) selalu menilai dalam diam dan seharusnya semua dosen mengetahui hal itu sehingga mereka selalu ada dan hadir dalam suasana penuh keteladanan.
Selain hal tersebut di atas, masih banyak yang perlu diperhatikan oleh seorang dosen dalam rangka menjadikan diri mereka teladan dan idaman bagi mahasiswa(i). Namun, yang paling utama adalah menerapkannya dengan berpikir positif dan penuh bijaksana demi memajukan para generasi muda dan dunia pendidikan
Cara mengajar yang baik adalah salah satu kunci sukses seorang guru dalam memberikan materi kepada siswa-siswanya. Jika seorang guru menggunakan cara mengajar yang baik, maka siswanya akan mudah dalam menangkap materi-materi yang diajarkan oleh sang guru. Karena itu, mengetahui bagaimana cara mengajar yang baik adalah suatu hal yang wajib dilakukan oleh sorang guru sehingga proses pembelajaran yang dia pimpin menjadi hal disukai oleh siswa.
Dibawah ini adalah tips-tips mengenai bagaimana cara mengajar yang baik:
§ Pertama, Menurut Prof. Leblanc, mengajar yang baik merupakan gabungan dari kesenangan (passion) dan penalaran (reason).
§ Kedua, Seorang guru haruslah mengerjakan yang terbaik dalam bidangnya, membaca dari berbagai sumber, bukan hanya dalam bidangnya tetapi juga di luar bidang keahlian sendiri.
§ Ketiga, Adalah benar jika ada yang berpendapat bahwa semakin tinggi gelar kesarjanaan seseorang semakin fokus dan semakin dalam pengetahuannya dalam bidang keahliannya.
§ Keempat, Pada prinsipnya, mengajar yang baik adalah kesediaan mendengarkan, mempertanyakan, menyikapi dengan responsif, dan memahami bahwa setiap individu mahasiswa dari setiap kelas adalah suatu pribadi yang unik dan berbeda.
§ Kelima, Menjadi pengajar yang baik bukan hanya dibuktikan dengan memiliki program kerja (agenda) yang tersusun rapih dan secara ketat mengikuti agenda tersebut (rigid). Sebaliknya, dosen haruslah bersikap fleksibel, fluid (tidak kaku), selalu bersedia untuk mencoba hal-hal baru (experimenting), dan memiliki kepercayaan diri untuk merespons dan menyesuaikan diri terhadap lingkungan yang berubah
§ Keenam, Mengajar yang baik juga berkaitan dengan cara atau gaya (style). Mengajar di kelas harus juga merupakan suatu ‘pertunjukkan’ yang menarik, bukan hanya berdiri di podium dengan tangan yang seolah terekat ke meja podium atau pandangan yang hanya tertuju ke layar (jika itu pun sudah menggunakan alat bantu OHP atau LCD).
§ Ketujuh, yaitu bahwa mengajar yang baik harus mengandung unsur humor (jenaka). Artinya, dalam mengajar, seorang pengajar harus menyisipkan humor-humor, yang akan sangat berguna untuk mencairkan (ice-breaking) suasana kelas yang kaku.
§ Kedelapan, Mengajar yang baik adalah memberikan perhatian, membimbing, dan mengembangkan daya pikir serta bakat para siswa.
§ Kesembilan, Mengajar yang baik harus didukung oleh kepemimpinan yang kuat dan visioner serta oleh institusi yang juga mendukung, baik dalam sumberdayanya, personalianya, maupun dananya.
§ Kesepuluh, Akhirnya, mengajar yang baik adalah memiliki kesenangan, dan kenikmatan batin, yaitu ketika mata kita menyaksikan bagaimana siswa kita menyerap ilmu yang kita berikan, bagaimana pemikiran siswa menjadi terbentuk, sehingga siswa kemudian menjadi orang yang lebih baik.
Tentunya, sebagai mahasiswa, kita pasti ingin mengganti dosen-dosen semacam itu dengan dosen baru yang menurut kita lebih kompeten dalam hal mengajar. Bagi Anda yang membaca, pasti akan setuju dengan saya. “Pecat, pecat, pecat, dan pecat!” Mungkin itulah teriakan dalam hati kalian.
Pemaparan di atas tak ubahnya menunjukkan sisi egoisme dari masing-masing kita. Semua berebut menonjolkan kepentingan pribadi. Penilaian kompetensi dosen pun pada akhirnya ditentukan secara subyektif.
“Ah, dosen ‘X’ tidak bisa ngajar, kalau diajar ama dia gua pasti tidur,” ucap salah satu mahasiswa selaku narasumber. Jelas terlihat bahwa ego dan tingkat kepuasan subyektif masing-masing pribadi dijadikan faktor penentu kompetensi dosen.
Memang benar kita membayar tiap semester yang secara langsung menjadikan kita ‘konsumen pendidikan’. Tapi di dunia pendidikan, konsumen tidak selalu menjadi raja seperti pada umumnya.
Kalaupun ada dosen yang dipecat dan diganti dengan dosen baru, semata-mata bukan perintah mahasiswa yang berperan sebagai ‘konsumen pendidikan’. Pemecatan dan pergantian dosen akan dilakukan dengan prosedur yang ada.
Dan dalam segi praktiknya, ada perbedaan dalam cara mengajar tiap dosen, pastinya itu semua ditentukan oleh budaya. Menurut penuturan Kaprodi Ilkom, cara mengajar dosen yang lulusan universitas negeri dan swasta berbeda. Bagi lulusan negeri yang mengajar jadi dosen, pola mengajar mereka lebih konservatif. Mereka merasa bahwa diri mereka tidak boleh dikritik dan Tuhan di kelas. Sedangkan, bagi lulusan swasta, biasanya mereka lebih bisa diterima oleh para mahasiswa karena mereka menerima kritikan dan tidak menganggap dirinya Tuhan di kelas.
Sebelum kita memutuskan untuk menjadi ekstrimis dari dosen tertentu, haruslah kita berkaca pada diri sendiri. Mungkin saja diri kitalah yang membuat kondisi perkuliahan jadi tidak kondusif. Bayangkan saja, seandainya diri kita di posisi dosen. Mengajar materi perkuliahan yang sama dari pagi hingga sore. Suara habis dan kebosanan akibat mengulang-ulang hal yang sama.
Dan bagi dosen pun, seharusnya lebih bisa memikirkan dari segi mahasiswa. Tidak ada satu orang pun yang bisa menikmati diajar oleh pengajar yang tidak mengajar secara maksimal. Sadar diri jika Anda kurang baik dalam menyajikan materi kuliah. Banyak dosen-dosen yang pintar tapi tidak baik dalam masalah Public Speaking.“Tataplah lawan bicara Anda dan berkomunikasilah secara interaktif, ada pesan balik,” pesan Choky Sitohang saat menjadi pembicara di seminar yang diadakan di UMN.
Menjadi seorang dosen atau pengajar di perguruan tinggi merupakan sebuah prestasi sekaligus tantangan tersendiri bagi yang mengalaminya. Mulai dari cara berpakaian, mengajar, bertutur kata, sikap berjalan, kedisiplinan, kemampuan menguasai kelas dan bahkan model rambut dapat menjadi perhatian khusus bagi mahasiswa(i) yang terkadang tidak disadari. Nah, untuk menjadi dosen idaman, ada beberapa hal yang dapat diperhatikan di bawah ini:
1. Berpakaian rapi dan sederhana. Dosen yang memperhatikan kerapian berpakaian dan penampilan selain mampu menimbulkan kepercayaan diri juga dapat menciptakan daya tarik bagi mahasiswa(i). Oleh karena itu, sangat dianjurkan dosen memilih pakaian yang serasi dan tidak mencolok agar mahasiswa(i)nya tertarik mengikuti pelajaran yang diberikan.
2. Mengajar dengan penuh kesungguhan. Hampir semua dosen mampu mengajar dengan baik, tetapi tidak semuanya mengajar dengan penuh kesungguhan. Itu dapat terlihat dari bagaimana cara mereka memulai pembelajaran, memberikan materi, dan menutup pembelajaran. Ketika seorang dosen yang memulai pembelajaran dengan muka cemberut atau kurang bersemangat dapat diindikasikan bahwa dia kurang bersungguh-sungguh untuk menciptakan suasana menyenangkan dalam kelas. Sedangkan ketika memberikan materi, dosen tersebut kurang meyakinkan dalam mengajar, banyak salah ucap, memberikan contoh yang kurang bisa diterima akal sehat, menyatakan analogi yang tidak sesuai, dengan mata lebih banyak terpusat pada buku panduan yang di bawanya, sangat mungkin dosen tersebut benar-benar tidak bersungguh-sungguh untuk menyiapkan dirinya mengajarkan sesuatu kepada para mahasiswa(i)nya.
3. Bertutur kata dengan lantang, tegas, lugas dan meyakinkan. Jika dalam mengajar seorang dosen tidak mampu bersuara dengan lantang dan tidak bisa didengarkan jelas oleh para mahasiswa(i) ada 2 hal yang akan terjadi. Pertama, penjelasan dosen tersebut tidak akan diterima baik oleh mahasiswa alias tidak dimengerti. Kedua, para mahasiswa(i) akan mengantuk karena selama 1 jam pelajaran mereka akan disuguhi dengan penjelasan yang tidak bisa diterima jelas oleh dua telinga mereka, yang memungkinkan terjadinya kurang perhatian, konsentrasi, dan akhirnya mengantuk.
4. Disiplin. Banyak dosen yang menganggap dirinya adalah raja yang ingin selalu menang sendiri padahal seharusnya raja itu melayani rakyatnya dan memberikan kebahagiaan, bukan malah mengatur-atur sendiri kapan jadwal mengajar mereka. Jika itu dibicarakan dengan musyawarah lalu disepakati bersama dengan mahasiswa(i) mungkin hal itu bisa diterima, namun bagaimana yang menetapkan jadwal secara sepihak, datang terlambat, atau tidak hadir tanpa pemberitahuan yang jelas. Apapun namanya seorang dosen harus memberikan teladan tentang kedisiplinan ini, selain karena bagian dari tanggung jawab juga merupakan ukuran seberapa pantas peran dosen dalam dirinya dan seberapa tinggi penghormatannya kepada diri sendiri dan mahasiswa(i)nya.
5. Kemampuan menguasai kelas. Semua dosen memiliki gayanya masing-masing dalam mengajar. Ada yang super serius, santai, friendly, penuh humor, atau bahkan menakutkan. Apapun namanya, mahasiswa(i) masa kini membutuhkan kenyamanan dan kepuasan dalam kelas bukan keterpaksaan. Itu dapat hadir dalam jiwa mahasiswa(i) jika seorang dosen mampu mengajar dengan metode-metode variatif dengan materi yang padat dan mudah dipahami. Selain itu, seorang dosen juga harus pandai mengenali apa yang diinginkan mahasiswa(i) mereka, bukan malah memaksakan mahasiswa(i)nya untuk menerima materi apapun dengan gaya mengajar sesukanya karena itu sungguh sangat tidak adil dan merugikan mahasiswa(i).
6. Teladan. Selain menghadirkan suasana menyenangkan dalam kelas, seorang dosen seharusnya mampu memberikan pelayanan di luar kelas sama baiknya di dalam kelas, seperti ketika ditugaskan sebagai dosen pembimbing skripsi, atau apapun yang berhubungan dengan mahasiswa(i) sebaiknya dosen yang bersangkutan selalu hadir dengan penuh keceriaan, memberikan bimbingan, bantuan, saran, kritik yang membangun dengan niat yang bersih. Apa yang dilakukan dosen di luar kelas setidak-tidaknya dapat memberikan image yang positif jikalau mampu diperankan dengan baik. Mahasiswa(i) selalu menilai dalam diam dan seharusnya semua dosen mengetahui hal itu sehingga mereka selalu ada dan hadir dalam suasana penuh keteladanan.
Selain hal tersebut di atas, masih banyak yang perlu diperhatikan oleh seorang dosen dalam rangka menjadikan diri mereka teladan dan idaman bagi mahasiswa(i). Namun, yang paling utama adalah menerapkannya dengan berpikir positif dan penuh bijaksana demi memajukan para generasi muda dan dunia pendidikan
Cara mengajar yang baik adalah salah satu kunci sukses seorang guru dalam memberikan materi kepada siswa-siswanya. Jika seorang guru menggunakan cara mengajar yang baik, maka siswanya akan mudah dalam menangkap materi-materi yang diajarkan oleh sang guru. Karena itu, mengetahui bagaimana cara mengajar yang baik adalah suatu hal yang wajib dilakukan oleh sorang guru sehingga proses pembelajaran yang dia pimpin menjadi hal disukai oleh siswa.
Dibawah ini adalah tips-tips mengenai bagaimana cara mengajar yang baik:
§ Pertama, Menurut Prof. Leblanc, mengajar yang baik merupakan gabungan dari kesenangan (passion) dan penalaran (reason).
§ Kedua, Seorang guru haruslah mengerjakan yang terbaik dalam bidangnya, membaca dari berbagai sumber, bukan hanya dalam bidangnya tetapi juga di luar bidang keahlian sendiri.
§ Ketiga, Adalah benar jika ada yang berpendapat bahwa semakin tinggi gelar kesarjanaan seseorang semakin fokus dan semakin dalam pengetahuannya dalam bidang keahliannya.
§ Keempat, Pada prinsipnya, mengajar yang baik adalah kesediaan mendengarkan, mempertanyakan, menyikapi dengan responsif, dan memahami bahwa setiap individu mahasiswa dari setiap kelas adalah suatu pribadi yang unik dan berbeda.
§ Kelima, Menjadi pengajar yang baik bukan hanya dibuktikan dengan memiliki program kerja (agenda) yang tersusun rapih dan secara ketat mengikuti agenda tersebut (rigid). Sebaliknya, dosen haruslah bersikap fleksibel, fluid (tidak kaku), selalu bersedia untuk mencoba hal-hal baru (experimenting), dan memiliki kepercayaan diri untuk merespons dan menyesuaikan diri terhadap lingkungan yang berubah
§ Keenam, Mengajar yang baik juga berkaitan dengan cara atau gaya (style). Mengajar di kelas harus juga merupakan suatu ‘pertunjukkan’ yang menarik, bukan hanya berdiri di podium dengan tangan yang seolah terekat ke meja podium atau pandangan yang hanya tertuju ke layar (jika itu pun sudah menggunakan alat bantu OHP atau LCD).
§ Ketujuh, yaitu bahwa mengajar yang baik harus mengandung unsur humor (jenaka). Artinya, dalam mengajar, seorang pengajar harus menyisipkan humor-humor, yang akan sangat berguna untuk mencairkan (ice-breaking) suasana kelas yang kaku.
§ Kedelapan, Mengajar yang baik adalah memberikan perhatian, membimbing, dan mengembangkan daya pikir serta bakat para siswa.
§ Kesembilan, Mengajar yang baik harus didukung oleh kepemimpinan yang kuat dan visioner serta oleh institusi yang juga mendukung, baik dalam sumberdayanya, personalianya, maupun dananya.
§ Kesepuluh, Akhirnya, mengajar yang baik adalah memiliki kesenangan, dan kenikmatan batin, yaitu ketika mata kita menyaksikan bagaimana siswa kita menyerap ilmu yang kita berikan, bagaimana pemikiran siswa menjadi terbentuk, sehingga siswa kemudian menjadi orang yang lebih baik.